Saat Ku Panggil
Kau Cinta
Aku masih terdiam disini, di serambi
rumah yang rindang oleh dahan-dahan pohon di pekarangan rumah. Sementara CD
player mengalunkan lagu dari dia yang selalu saja memenuhi pikiran dan batinku.
Anganku terus saja melayang pada seseorang yang ingin ku temui.
Jarak memisahkanku denganmu, dari jauh
ku kirimkan berjuta rindu yang ku terbangkan bersama lembutnya angin di
penghujung musim ini. Semoga saja sampai kepadanya.. Disana di tempat dia
berdiri sekarang aku melihat tetes keringat dan air mata yang terjatuh.
Bagaimana dia seakan berdiri tegap dengan sebait senyuman, dan bagaimana saat
dia mulai melangkah gontai. Dia berusaha memungut air mata kepedihan dari jalannya
yang berliku berbekal tekad dan perjuangan tanpa lelah, dan kini keberhasilan
seakan menjadi kado terindah yang pernah dia impikan.
“
Cinta, apakah kau tau jika aku ingin bertemu denganmu? Entah berapa banyak
waktu yang telah ku habiskan hanya untuk merindukanmu. Apakah kau bisa
merasakan apa yang aku rasakan? Rintihan hatiku memanggilmu dapatkah kau
mendengarnya?” Masih saja aku terbuai dalam lamunan yang menyakitkan karena
rindu yang menderu.
Jessica Veranda, gadis yang telah
membuatku seperti ini. Dia yang dengan tega membuatku menanti sesuatu yang
belum pasti. Dia yang memberi sebuah arti lain dalam hidupku. Dia yang
memberiku warna indah dan cantik di hariku, namun juga melukiskan tinta hitam
di hatiku. Dia menjadi penyejuk dalam marahku, tapi dia juga memberiku luka
tanpa cedera.
Begitulah dia, meracuni hati dan fikiranku
dengan kelembutan yang ia berikan. Mungkin aku adalah salah satu dari banyak
orang yang menjadi korban dari pesonanya. Seperti terhipnotis tapi jelas-jelas
aku sadar jika rasa ini bisa saja membuatku terluka, tapi tetap saja aku tak
ingin berhenti.
Di sabtu pagi yang lembut, irama kicauan
burung yang bersahutan. Daun-daun yang mulai berguguran dan hembusan angin
segar. Kupu-kupu yang beterbangan di atas bunga-bunga yang telah mekar menjadi
pemandangan yang indah yang tak akan aku temukan di kota sana. Seharusnya ku
bahagia dengan semua ini, dengan melihat semua itu seharusnya aku lebih segar
menjalani hari-hariku.
Tidak biasa, di hari sabtu dan sepagi
ini aku sudah selesai mandi lalu bergegas berganti baju. Rambutku sudah rapi
dan ku semprotkan parfum di tubuhku. Lalu aku berdiri di depan kaca yang
tertempel di almariku, aku menatap wajahku dan mencoba untuk menciptakan sebuah
senyum manis di bibirku.
“
Semangat Dion, kau harus bisa bangkit dari rasa ini.. Semangat..!!!” ucapku
untuk memberi semangat pada diriku sendiri.
“
Saat ini belum waktunya untukku bertemu denganmu, nanti.. Iya nanti aku pasti
akan datang untuk bertemu denganmu lagi.” Gumamku dalam hati sambil tersenyum.
Sejak saat itu aku memilih untuk kembali
menjauh darinya, agar dia tak pernah tau bagaimana hancurnya hati dan jiwaku.
Walau sangat sakit, aku tak ingin membuatnya terluka walau sedikit pun. Tapi
entah jika kepergianku ini mengguratkan kesedihan baginya walaupun hanya
sedikit.
Saat aku pulang dari Amerika untuk
menempuh pendidikan, ku tinggalkan dia disni bersama segenap cinta dan hatiku.
Berharap sekembalinya nanti, aku bisa kembali bersamanya seperti saat pertama
aku meninggalkannya. Namun ternyata segalanya telah berubah permata yang aku
tinggalkan kini bukanlah hanya permataku saja, dia sudah berubah menjadi sebuah
hal indah untuk banyak orang. Bagaimana bisa aku mengambilnya lagi?
Ku dengar banyak orang yang
mengelu-elukan namanya, memajang fotonya, menuliskan namanya di banyak kaos.
Mereka semua berteriak memanggil namamu, haruskah aku membawamu pergi dari sini
untuk kembali memilikimu seperti dulu?
Banyak hal yang aku fikirkan, tapi yang
tak bisa ku lupakan saat aku bertemu denganmu untuk pertama kalinya setelah
kepergianku di teras belakang rumahmu. Seperti biasa, dia sedang membaca novel
di kursi kesayangannya. Ku tutup matanya dengan tanganku..
“
Siapa? Ini siapa sih?” ucapnya.
“
Kejutan..” Teriakku sambil membuka tanganku.
“
Dion..” Dia terkejut melihat kehadiranku.
Aku
langsung memeluknya tanpa berfikir panjang, “ Aku merindukanmu, aku sangat
merindukanmu..”
Dia seakan ingin berusaha melepaskan
pelukannya. Namun aku mencegahnya, “ Jangan melepasnya.. Sebentar saja biarkan
aku seperti ini.” Namun dengan lembut dia berucap “ Dion lepaskan aku
sekarang.”
“
Lepaskan aku..” Pintanya ulang, lalu akupun dengan segera melepaskan pelukanku.
Ku balikkan tubuhnya, dia hanya diam dan tertunduk tanpa ada suara apapun yang
keluar dari mulutnya.
Suasana menjadi semakin hening, aku
hanya memperhatikannya tiba-tiba ada cairan bening yang menetes. Segera aku
angat kepalanya, ternyata airmata sudah memnuhi mata indahnya. “ Maaf.. Maafkan
aku..” Itu yang terucap dari bibirnya. Aku tidak mengerti apa yang telah
terjadi, aku fikir dia akan terkejut bahagia melihat kedatanganku. Ternyata aku
salah..
“
Kenapa Ve? Ada apa, kenapa kamu nangis? Kamu marah karena aku tidak
memberitahumu jika aku akan pulang?”
Dia menggelengkan kepalanya, “ Maafkan
aku Dion..” Tetap hanya itu yang keluar dari bibirnya. Kemudian di menyandarkan
kepalanya di dadaku. “ Ayo duduk dulu..” Pintaku
“
Apa yang terjadi? ” Tanyaku yang masih kebingungan.
“
Banyak hal yang terjadi setelah kamu pergi.” Katanya yang masih saja yang
terisak dalam tangis.
“
Iya, katakan saja.. Apa kamu sudah punya kekasih baru?”
Dia
menggelengkan kepalanya..
“
Lalu apa?”
“
Saat kamu pergi, aku mengikuti hatiku untuk mengejar mimpi juga sepertimu. Aku
tidak pernah menyangka jika aku bisa sedekat ini dengan impianku.”
“
Bukankah itu bagus, aku mempunyai kekasih yang keren.”
“
Tapi ada harga yang harus aku bayarkan untuk meraih mimpiku. Dan itu
memberatkanku dan tentunya akan sangat menyakitkanmu saat kamu tau.”
Aku semakin tidak mengerti apa yang dia
maksudkan, namun aku ingin mengalihkan perhatiannya agar bisa menghentikan
tangisannya. “ Lho bukannya novel ini kamu baca sewaktu aku berangkat?” Ucapku
sambil meraih novel yang di jatuhkannya tadi. Tanpa sengaja aku temukan kertas
didalamnya.
Ve hanya terdiam dan masih saja cairan
bening terus keluar dari matanya. Lalu ku baca secarik kertas yang ku temukan,
air mataku pun rasanya ingin keluar. Hatiku berontak, nafasku terasa sesak saat
aku tau isinya.
Cinta, entah apa
yang harus aku lakukan untuk apa yang sedang aku hadapi saat ini. Bagaimana
bisa aku memilih antara dirimu dan mimpiku? Aku ingin setia dengan apa yang kau
tinggalkan, tapi aku tidak bisa.
Terlanjur aku
mengikuti kata hatiku untuk meraihnya,
sekarang mimpiku semakin dekat dengan tanganku aku yakin jika aku bisa
meraih lalu menggenggamnya dengan kuat. Tapi harga yang harus ku bayar adalah
melepaskanmu. Bagaimana aku bisa melepaskan apa yang sudah ku miliki. Tuhan,
beri aku jawaban.. aku tidak ingin melukai dia yang dengan tulus mencintaiku.
Bagaimana aku
berkata padanya tentang ini, tentang aturan anti cinta yang menjadi harga yang
harus ku bayar untuk mendapatkan mimpiku? Tidak mungkin dia akan baik-baik saja
jika aku tiba-tiba memintanya untuk memutuskan hubungan ini. Hubungan yang
telah kami bangun sekian waktu, kami bungkus indah dengan cinta dan harapan bagaimana
aku bisa mengakhirinya?
Haruskah aku
melepaskan mimpiku? Haruskah aku memendam apa yang aku inginkan selama ini? Aku
tidak bisa, aku tidak ingin kesempatanku berlalu begitu saja. Tapi bagaimana
dengan hatinya nanti?
Maafkan aku
Dion, maafkan aku.. maafkan keegoisanku ini.. Maafkan aku atas luka yang
tercipta karenaku. Semoga kau tau jika dalam hatiku juga merasakan sakit yang
teramat sangat, mungkin lebih sakit dari apa yang kau rasakan setelah kau tau
ini.
Jangan kecewakan
aku dengan kesedihanmu atas cintaku yang menyakitimu. Maafkan aku untuk
segalanya..
“ Jadi ini yang ingin kamu katakan
kepadaku?” Ku lihat Veranda masih saja tertunduk. Ku hela nafas panjangku, ku
ciptakan senyum agar dia tau jika ku baik-baik saja.
“
Tatap mataku..” Sambil ke tegakkan kepalanya tepat di depan mataku. “ Aku tau
ini berat untukku dan juga untukmu, tapi lihatlah aku tidak apa-apakan? Itu
hanya ketakutanmu saja. Aku bisa mengerti apa yang kamu inginkan, aku juga
menghargai keputusanmu karena memilih mimpimu. Jika disana kamu bisa menemukan
kebahagiaan, aku akan menjadi perantara yang ikhlas untuk mengantarkanmu
kesana.”
“
Maafkan aku..”
“
Tidak, jangan lagi meminta maaf.. Kamu tidak salah, percayalah tidak ada yang
kebetulan di dunia ini karena semua sudah di atur oleh-Nya. Jadi hentikan air
matamu, aku akan baik-baik saja.”
Dia mengangguk, dan itu melegakan
hatiku..
“
Ayo senyum, aku pulang seharusnya kamu bahagia. Bukan malah nangis seperti
ini..” Kataku sambil memperlihatkan sebait senyum kepadanya.
Tiba-tiba datang seseorang yang sepertinya
seumuran dengan Veranda.
“
Ve, kenapa kamu nangis?” Teriaknya yang mengacaukan suasana hening
Aku dan Ve langsung menoleh..
“
Ini siapa?” Tambahnya.
Aku
pun beranjak dari tempat dudukku, lalu mendekatinya sambil mengulurkan tangan.
“
Aku Dion..”
“
Oh, itunya Veranda ya? Ah mantannya..”
“
Iya, tapi sekarang aku sudah menjadi temannya dan mungkin nanti akan menjadi
teman hidupnya..”
“
Apa? ” Ucapnya kaget.
Lalu
aku mendekatinya, “ Ku percayakan padamu, ku titipkan permataku tolong jaga
hatinya juga untukku sampai nanti aku kembali. Hubungi aku jika waktunya sudah
habis dengan mimpinya, ku pastikan aku akan menjemputnya.”
“
Percayakan saja dia padaku, aku akan menjaganya..” Jawabnya dengan penuh
keyakinan.
“
Terima kasih, usap air matanya setelah aku pergi..” Ucapku dengan senyum.
Sejak saat itu aku memilih untuk
menenangkan diri di desa di rumah nenekku yang jauh. Aku tidak ingin membuatnya
khawatir dengan luka yang hadir
karenanya. Aku ingin tetap menunggunya, menunggu dia selesai dengan
mimpinya. Menunggu waktu yang tepat untuk datang menjemputnya kembali untuk
menjadi milikku.
Aku akan menunggunya, menunggu saat aku
bisa kembali memanggilmu Cinta..
No comments:
Post a Comment