Translate

Monday, 7 April 2014

Delusi Project about Veranda JKT48


Saat Ku Panggil Kau Cinta

Aku masih terdiam disini, di serambi rumah yang rindang oleh dahan-dahan pohon di pekarangan rumah. Sementara CD player mengalunkan lagu dari dia yang selalu saja memenuhi pikiran dan batinku. Anganku terus saja melayang pada seseorang yang ingin ku temui.

Jarak memisahkanku denganmu, dari jauh ku kirimkan berjuta rindu yang ku terbangkan bersama lembutnya angin di penghujung musim ini. Semoga saja sampai kepadanya.. Disana di tempat dia berdiri sekarang aku melihat tetes keringat dan air mata yang terjatuh. Bagaimana dia seakan berdiri tegap dengan sebait senyuman, dan bagaimana saat dia mulai melangkah gontai. Dia berusaha memungut air mata kepedihan dari jalannya yang berliku berbekal tekad dan perjuangan tanpa lelah, dan kini keberhasilan seakan menjadi kado terindah yang pernah dia impikan.

“ Cinta, apakah kau tau jika aku ingin bertemu denganmu? Entah berapa banyak waktu yang telah ku habiskan hanya untuk merindukanmu. Apakah kau bisa merasakan apa yang aku rasakan? Rintihan hatiku memanggilmu dapatkah kau mendengarnya?” Masih saja aku terbuai dalam lamunan yang menyakitkan karena rindu yang menderu.

Jessica Veranda, gadis yang telah membuatku seperti ini. Dia yang dengan tega membuatku menanti sesuatu yang belum pasti. Dia yang memberi sebuah arti lain dalam hidupku. Dia yang memberiku warna indah dan cantik di hariku, namun juga melukiskan tinta hitam di hatiku. Dia menjadi penyejuk dalam marahku, tapi dia juga memberiku luka tanpa cedera.



Begitulah dia, meracuni hati dan fikiranku dengan kelembutan yang ia berikan. Mungkin aku adalah salah satu dari banyak orang yang menjadi korban dari pesonanya. Seperti terhipnotis tapi jelas-jelas aku sadar jika rasa ini bisa saja membuatku terluka, tapi tetap saja aku tak ingin berhenti.

Di sabtu pagi yang lembut, irama kicauan burung yang bersahutan. Daun-daun yang mulai berguguran dan hembusan angin segar. Kupu-kupu yang beterbangan di atas bunga-bunga yang telah mekar menjadi pemandangan yang indah yang tak akan aku temukan di kota sana. Seharusnya ku bahagia dengan semua ini, dengan melihat semua itu seharusnya aku lebih segar menjalani hari-hariku.

Tidak biasa, di hari sabtu dan sepagi ini aku sudah selesai mandi lalu bergegas berganti baju. Rambutku sudah rapi dan ku semprotkan parfum di tubuhku. Lalu aku berdiri di depan kaca yang tertempel di almariku, aku menatap wajahku dan mencoba untuk menciptakan sebuah senyum manis di bibirku.

“ Semangat Dion, kau harus bisa bangkit dari rasa ini.. Semangat..!!!” ucapku untuk memberi semangat pada diriku sendiri.
“ Saat ini belum waktunya untukku bertemu denganmu, nanti.. Iya nanti aku pasti akan datang untuk bertemu denganmu lagi.” Gumamku dalam hati sambil tersenyum.

Sejak saat itu aku memilih untuk kembali menjauh darinya, agar dia tak pernah tau bagaimana hancurnya hati dan jiwaku. Walau sangat sakit, aku tak ingin membuatnya terluka walau sedikit pun. Tapi entah jika kepergianku ini mengguratkan kesedihan baginya walaupun hanya sedikit.

Saat aku pulang dari Amerika untuk menempuh pendidikan, ku tinggalkan dia disni bersama segenap cinta dan hatiku. Berharap sekembalinya nanti, aku bisa kembali bersamanya seperti saat pertama aku meninggalkannya. Namun ternyata segalanya telah berubah permata yang aku tinggalkan kini bukanlah hanya permataku saja, dia sudah berubah menjadi sebuah hal indah untuk banyak orang. Bagaimana bisa aku mengambilnya lagi?

Ku dengar banyak orang yang mengelu-elukan namanya, memajang fotonya, menuliskan namanya di banyak kaos. Mereka semua berteriak memanggil namamu, haruskah aku membawamu pergi dari sini untuk kembali memilikimu seperti dulu?

Banyak hal yang aku fikirkan, tapi yang tak bisa ku lupakan saat aku bertemu denganmu untuk pertama kalinya setelah kepergianku di teras belakang rumahmu. Seperti biasa, dia sedang membaca novel di kursi kesayangannya. Ku tutup matanya dengan tanganku..

“ Siapa? Ini siapa sih?” ucapnya.
“ Kejutan..” Teriakku sambil membuka tanganku.
“ Dion..” Dia terkejut melihat kehadiranku.
Aku langsung memeluknya tanpa berfikir panjang, “ Aku merindukanmu, aku sangat merindukanmu..”

Dia seakan ingin berusaha melepaskan pelukannya. Namun aku mencegahnya, “ Jangan melepasnya.. Sebentar saja biarkan aku seperti ini.” Namun dengan lembut dia berucap “ Dion lepaskan aku sekarang.”
“ Lepaskan aku..” Pintanya ulang, lalu akupun dengan segera melepaskan pelukanku. Ku balikkan tubuhnya, dia hanya diam dan tertunduk tanpa ada suara apapun yang keluar dari mulutnya.

Suasana menjadi semakin hening, aku hanya memperhatikannya tiba-tiba ada cairan bening yang menetes. Segera aku angat kepalanya, ternyata airmata sudah memnuhi mata indahnya. “ Maaf.. Maafkan aku..” Itu yang terucap dari bibirnya. Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi, aku fikir dia akan terkejut bahagia melihat kedatanganku. Ternyata aku salah..

“ Kenapa Ve? Ada apa, kenapa kamu nangis? Kamu marah karena aku tidak memberitahumu jika aku akan pulang?”

Dia menggelengkan kepalanya, “ Maafkan aku Dion..” Tetap hanya itu yang keluar dari bibirnya. Kemudian di menyandarkan kepalanya di dadaku. “ Ayo duduk dulu..” Pintaku
“ Apa yang terjadi? ” Tanyaku yang masih kebingungan.
“ Banyak hal yang terjadi setelah kamu pergi.” Katanya yang masih saja yang terisak dalam tangis.
“ Iya, katakan saja.. Apa kamu sudah punya kekasih baru?”
Dia menggelengkan kepalanya..
“ Lalu apa?”
“ Saat kamu pergi, aku mengikuti hatiku untuk mengejar mimpi juga sepertimu. Aku tidak pernah menyangka jika aku bisa sedekat ini dengan impianku.”
“ Bukankah itu bagus, aku mempunyai kekasih yang keren.”
“ Tapi ada harga yang harus aku bayarkan untuk meraih mimpiku. Dan itu memberatkanku dan tentunya akan sangat menyakitkanmu saat kamu tau.”

Aku semakin tidak mengerti apa yang dia maksudkan, namun aku ingin mengalihkan perhatiannya agar bisa menghentikan tangisannya. “ Lho bukannya novel ini kamu baca sewaktu aku berangkat?” Ucapku sambil meraih novel yang di jatuhkannya tadi. Tanpa sengaja aku temukan kertas didalamnya.

Ve hanya terdiam dan masih saja cairan bening terus keluar dari matanya. Lalu ku baca secarik kertas yang ku temukan, air mataku pun rasanya ingin keluar. Hatiku berontak, nafasku terasa sesak saat aku tau isinya.

Cinta, entah apa yang harus aku lakukan untuk apa yang sedang aku hadapi saat ini. Bagaimana bisa aku memilih antara dirimu dan mimpiku? Aku ingin setia dengan apa yang kau tinggalkan, tapi aku tidak bisa.

Terlanjur aku mengikuti kata hatiku untuk meraihnya,  sekarang mimpiku semakin dekat dengan tanganku aku yakin jika aku bisa meraih lalu menggenggamnya dengan kuat. Tapi harga yang harus ku bayar adalah melepaskanmu. Bagaimana aku bisa melepaskan apa yang sudah ku miliki. Tuhan, beri aku jawaban.. aku tidak ingin melukai dia yang dengan tulus mencintaiku.

Bagaimana aku berkata padanya tentang ini, tentang aturan anti cinta yang menjadi harga yang harus ku bayar untuk mendapatkan mimpiku? Tidak mungkin dia akan baik-baik saja jika aku tiba-tiba memintanya untuk memutuskan hubungan ini. Hubungan yang telah kami bangun sekian waktu, kami bungkus indah dengan cinta dan harapan bagaimana aku bisa mengakhirinya?

Haruskah aku melepaskan mimpiku? Haruskah aku memendam apa yang aku inginkan selama ini? Aku tidak bisa, aku tidak ingin kesempatanku berlalu begitu saja. Tapi bagaimana dengan hatinya nanti?

Maafkan aku Dion, maafkan aku.. maafkan keegoisanku ini.. Maafkan aku atas luka yang tercipta karenaku. Semoga kau tau jika dalam hatiku juga merasakan sakit yang teramat sangat, mungkin lebih sakit dari apa yang kau rasakan setelah kau tau ini.

Jangan kecewakan aku dengan kesedihanmu atas cintaku yang menyakitimu. Maafkan aku untuk segalanya..


“ Jadi ini yang ingin kamu katakan kepadaku?” Ku lihat Veranda masih saja tertunduk. Ku hela nafas panjangku, ku ciptakan senyum agar dia tau jika ku baik-baik saja.

“ Tatap mataku..” Sambil ke tegakkan kepalanya tepat di depan mataku. “ Aku tau ini berat untukku dan juga untukmu, tapi lihatlah aku tidak apa-apakan? Itu hanya ketakutanmu saja. Aku bisa mengerti apa yang kamu inginkan, aku juga menghargai keputusanmu karena memilih mimpimu. Jika disana kamu bisa menemukan kebahagiaan, aku akan menjadi perantara yang ikhlas untuk mengantarkanmu kesana.”
“ Maafkan aku..”
“ Tidak, jangan lagi meminta maaf.. Kamu tidak salah, percayalah tidak ada yang kebetulan di dunia ini karena semua sudah di atur oleh-Nya. Jadi hentikan air matamu, aku akan baik-baik saja.”

Dia mengangguk, dan itu melegakan hatiku..

“ Ayo senyum, aku pulang seharusnya kamu bahagia. Bukan malah nangis seperti ini..” Kataku sambil memperlihatkan sebait senyum kepadanya.

Tiba-tiba datang seseorang yang sepertinya seumuran dengan Veranda.

“ Ve, kenapa kamu nangis?” Teriaknya yang mengacaukan suasana hening

Aku dan Ve langsung menoleh..

“ Ini siapa?” Tambahnya.

Aku pun beranjak dari tempat dudukku, lalu mendekatinya sambil mengulurkan tangan.
“ Aku Dion..”
“ Oh, itunya Veranda ya? Ah mantannya..”
“ Iya, tapi sekarang aku sudah menjadi temannya dan mungkin nanti akan menjadi teman hidupnya..”
“ Apa? ” Ucapnya kaget.
Lalu aku mendekatinya, “ Ku percayakan padamu, ku titipkan permataku tolong jaga hatinya juga untukku sampai nanti aku kembali. Hubungi aku jika waktunya sudah habis dengan mimpinya, ku pastikan aku akan menjemputnya.”
“ Percayakan saja dia padaku, aku akan menjaganya..” Jawabnya dengan penuh keyakinan.
“ Terima kasih, usap air matanya setelah aku pergi..” Ucapku dengan senyum.


Sejak saat itu aku memilih untuk menenangkan diri di desa di rumah nenekku yang jauh. Aku tidak ingin membuatnya khawatir dengan luka yang hadir  karenanya. Aku ingin tetap menunggunya, menunggu dia selesai dengan mimpinya. Menunggu waktu yang tepat untuk datang menjemputnya kembali untuk menjadi milikku.


Aku akan menunggunya, menunggu saat aku bisa kembali memanggilmu Cinta..

No comments:

Post a Comment